Tidak
banyak literatur yang mengungkapkan perkembangan keperawatan
di Indonesia. Seperti perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya,
perkembangan keperawatan di Indinesia juga dipengaruhi kondisi sosial ekonomi
yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi
pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka.
Perkembangan keperawatan di Indonesia pada dasarnya dibedakan atas
masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan (orde lama dan orde
baru).
Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda perawat berasal dari penduduk pribumi yang
disebut velpleger dengan dibantu zieken oppaser sebagai
penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada Rumah Sakit Binnen Hospital di Jakarta
yang didirikan tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda.
Usaha pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa itu antara
lain: Dinas Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary
Gezondherds Dienst dan Dinas Kesehatan Rakyat atauBurgerlijke
Gezondherds Dienst. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Daendels
mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, ternyata tidak
diikuti perkembangan profesi keperawatan yang berarti karena tujuannya
semata-mata untuk kepentingan tentara Belanda.
Ketika
VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia
melakukan berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi.
Tindakan yang dilakukan antara lain: pencacaran umum, membenahi cara perawatan
pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para
tahanan.
Setelah
pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan
kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta tahun 1819 didirikan beberapa
rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadsverband berlokasi
di Glodok (Jakarta Barat). Pada tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan di
Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini
RSCM menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu
ini (1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta milik katolik dan
protestan, misalnya: RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat,
RS St. Carolus Salemba-Jakarta Pusat, RS St. Boromeus di Bandung dan RS
Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakitdi atas, didirikan
sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru
rawat, kemudiam RSCM menyelenggarakan pendidikan juru rawat tahun 1912.
Kekalahan
tentara sekutu dan kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan
keperawatan mengalami kemunduran. Bila renaissance berakibat buruk pada
perkembangan keperawatan Inggris, maka penjajaan Jepang merupakan masa
kegelapan dunia keperawatan di Indonesia. Pekerjaan perawat pada masa
Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang terdidik, sedangkan pada
masa Jepang yang melakukan tugas perawat bukan dari orang yang sudah dididik
untuk menjadi perawat. Pemimpin rumah
sakit juga diambil alih dari orang Belanda ke orang Jepang. Pada saat itu
obat-obatan sangat minim, sehingga wabah penyakit muncul dimana-mana. Bahan
balutan juga terbatas, sehingga daun pisang dan pelepah pisang digunakan
sebagai bahan balutan.
Pembangunan bidang kesehatan dimulai tahun 1949. Rumah sakit dan balai pengobatan mulai dibangun. Tahun 1952, sekolah
perawat mulai didirikan, yaitu Sekolah Guru Perawat dan Sekolah Perawat tingkat
SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan mulai tahun 1962 dengan
didirikannya Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk
menghasilkan perawat profesional pemula. Hampir bersamaan dengan itu didirikan
pula Amper milik Depkes di Ujung Pandang, Bandung dan Palembang.
Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna
bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan. Hal ini bermula dari
dicapainya kesepakatan bersama pada Lokakarya Nasional Keperawatan pada bulan
Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai pelayanan profesional
(profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi
(professional education). Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah
dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan.
Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan,
dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1)
Keperawatan.
Pengembangan
pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan
profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan
vokasional/kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan
yang menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan profesional kepada masyarakat. Jenjang pendidikan
keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral. Pendidikan tinggi
keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu
mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta
penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan. Perkembangan keperawatan
bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan
tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era
globalisasi.
Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun 1985 merupakan
momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia. Sebagai embrio Fakultas
Ilmu Keperawatan, institusi ini dipelopori oleh tokoh keperawatan Indonesia,
antara lain Achir Yani S, Hamid, DN.Sc; mendiang Dra. Christin S Ibrahim, MN,
Phd; Tien Gartinah, MN dan Dewi Irawaty, MA, dibantu beberapa pakar dari
Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar keperawatan dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO). Pada tahun 2000 mulai muncul Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
diberbagai Universitas di Indonesia (Universitas Airlangga, Universitas Gajah
Mada, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas dan Universitas Sumatra
Utara).
Tahun 1974 tepatnya tanggal 17 Maret didirikan Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI). Sebagai fusi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada
sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan nama organisasi.
Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera (PKVB) tahun 1921.
Pada saat itu profesi perawat Sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan denga
tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang sakit. Lahirnya sumpah pemuda
1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Verpleger
Indonesia (PKVI). Pergantian nama ini berkaitan dengan semangat nasionalisme .
PKVI bertahan sampai tahun 1942 berhubungan dengan kemenangan Jepang atas
sekutu.
Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, tumbuh organisasi profesi keperawatan. Tiga organisasi profesi
yang ada antara tahun 1945-1954 adalah Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia
(PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Serikat Buruh Kesehatan
(SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu
terjadi fusi organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia
(PDKI) sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan SBK
karena terlibat pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kurun waktu 1951-1958 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI
menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan (PPDK) dengan keanggotaan bukan hanya
dari perawat. Tahun 1959-1974 terjadi pengelompokan organisasi keperawatan
antara lain Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI), Ikatan Guru Perawat
Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI) tahun 1969. Akhirnya
tanggal 17 Maret 1974 seluruh organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh
Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat nasional
dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang secara
resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi keperawatan Indonesia hingga
kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar